Selasa, 13 Oktober 2020

Berpulangnya H. Tukiyat

  


Menjelang maghrib, Sabtu (18/07/2020) bertepatan 27 Dzulqo'dah 1441 H di Medokan Ayu sudah menemui dua tamu, yang pertama adalah keluarga mbak Chotimah yang berhajat untuk menikahkan putrinya, dengan khotmil Qur'an dari ketakmiran mushola As-Suyudi sebagai awalan untuk walimahnya

Bakda Isya, mas Budirama mengajak untuk berkumpul sambil menikmati mentok bumbu rica-rica yang disajikan di jalan depan rumahnya. untuk acara ini hadir bersama Abil dengan nikmatnya sambel pedas.

Warga yang hadir pun bercengkerama sehabis makan-makan, pukul 21.30 notifikasi WA muncul pesan dari ibu mertua (bu Tum) yang mengharapkan kehadiran saya saat itu juga ke Kedungasem, mengkhabarkan bahwa bapak mertua kondisinya tiba-tiba menurun dan tidak bisa merespon jawaban lesan bila ditanyai

Bergegas kami meluncur ke rumah mertua dan langsung menuju kamar bapak Tukiyat di kamarnya. Melihat kedatangan saya, beliau hanya memandangi satu persatu saya, bunda Sri, dan Abil. tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari bibir beliau. sedangkan adik Dwi (menantu kedua) dalam perjalanan mengambil mobilnya ke Medayu untuk membawa Bapak Tukiyat ke rumah sakit. Sedangkan Pujianto putra kandungnya sedang dinas malam pukul 21.00 di RSJ Menur

Sambil menunggu mobil, saya bersama isteri mencoba menurunkan bapak dari lantai dua kamarnya. saat kami berdirikan terasa kaki beliau sudah tidak berdaya, untuk melangkah saja sudah sulit. sehingga kami mencoba mengangkat kakinya satu persatu, yang agak sulit adalah saat menuruni tangga.

sesampainya di lorong lantai bawah, bapak duduk pada kursi paanjang. tidak berselang lama datang mobil disertai lik Minto juga hadir di rumah. Dari Isyarat tangan, bapak sepertinya tidak mau diajak ke rumah sakit karena tangan beliau menggenggam erat ujung lemari di depannya. sontak ibu berusaha melepaskan pengangan itu dan segera tubuh bapak yang lemas langsung jatuh pada punggung lik Minto dalam posisi seperti menggendong. saya dan ibu berjaga di kanan-kiri gendongan tersebut

Adik Dwi menyopiri mobil, duduk di sampingnya adalah bunda Sri. sedangkan Bapak ada di bagian tengah diapit oleh lik Minto di kanan, dan ibu di kiri. saya berada di kursi belakang sambil memegangi dada bapak dari belakang. Mobil dipacu dengan cepat menuju rumah sakit Islam Jemursari

Setelah melewati SMAN 16, terdengar sayup-sayup lantunan bacaan surat Al-Fatichah dari bibir bapak, hingga memasuki putar balik ke arah RS bacaan tersebut selesai diiringi rontahan bapak yang ingin melepaskan pegangan kami. saat memasuki portal parkir untuk mengambil karcis, terdengar suara "dengkuran" pada tenggorokan bapak, suara ini yang saya kenali sebagai tarikan nafas terakhir / nazak. ibu langsung menangis memeluk bapak, sedangkan dalam hati ini terucap innalillahi wa inna ilahi rojiun.

Tepat di depan pintu masuk IGD, tubuh bapak sudah tidak bergerak dan langsung direbahkan pada bed dorong. saat itu masih terdengar dengkuran di tenggorokan walau kecil sekali bunyinya, adik Dwi melihat itu sebagai tanda bahwa bapak masih hidup, sedangkan batin ini menyakini itu adalah sisa udara yang keluar terakhir dari tenggorokan bapak. 

Karena saking tergesa-gesanya tadi, sehingga saya lupa memakai sandal sehingga saya tidak mengikuti bapak masuk di ruang IGD, saya menunggu di luar bersama lik Minto. Tidak berselang lama, saya dipanggil masuk ke dalam IGD untuk mendapatkan penjelasan dari dokter.

Sambil melihat tubuh bapak yang membujur, kami mendapatkan penjelasan bahwa bapak sudah meninggal di perjalanan sebelum masuk ke ruang IGD, karena setelah dipasang peralatan detektor jantung ternyata sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Setelah penjelasan dokter, saya pun menguatkan diri dengan mencium kening bapak yang terakhir kalinya, sebelum saya harus mengendalikan keadaan bersama keluarga. Jam pada dinding menunjukkan pukul 22.45 wib

Tak lama, saya dipanggil oleh tim dokter yang menyampaikan bahwa statusnya bapak adalah probable covid-19 karena dari interview ke keluarga dekat bahwa dua hari yang lalu bapak berobat ke dokter umum karena batuk. Tim dokter mengarahkan pemulasaran jenazah bapak mengikuti protokol covid-19 dan dimakamkan di TPU Keputih.

Saya pun bernegosiasi bahwa bolehlah jenazah bapak diproses dengan prokes, tapi pemakaman kami harap di pemakaman Islam Kedungasem. Awalnya tim dokter keberatan, tapi akhirnya memperbolehkan dengan syarat ada surat rekomendasi dari RT/ RW bahwa jenazah diperbolehkan dimakamkan di Kedungasem dan pekerja makam harus memakai alat pelindung diri. saya pun berjanji menyanggupi untuk memenuhi semua persyaratan malam itu juga.

Penyelamat

Tanpa fikir panjang, saya mengontak ustadz Yusuf yang merupakan ketua PRNU Kedungasem sekaligus teman di pengurusan MWC NU Rungkut. Tokoh yang sangat berpengaruh ini segera mengkoordinasikan perangkat kampung meliputi Sekretaris, RT, dan RW hingga pekerja makam malam itu juga. Saat saya pulang dari rumah sakit untuk mengurus surat rekomendasi, sudah tidak butuh waktu lama untuk mendatangi perangkat kampung. Begitu pula dari musyawarah kecil bersama mereka diputuskan untuk pemakaman bapak pada malam itu juga, tidak usah menunggu pagi karena masyarakat masih sensitif dengan isu-isu tentang covid-19.

Pukul 01.30 sayapun sudah balik kembali ke rumah sakit sambil membawa surat rekomendasi bersama adik Pujianto yang ijin pulang dari tempat kerjanya, setelah itu kami minta dik Puji pulang bermotor dengan lik Minto untuk mengurus yang di rumah, prosesi jenazah bapak saya tunggui bersama bunda Sri, sedangkan ibu dan dik Dwi sudah pulang bersama saya saat mengurus surat rekomendasi ke perangkat kampung.

Pukul 02.30 jenazah bapak siap diantar pulang dalam keadaan sudah dimasukan dalam peti kayu, saya sempatkan untuk sholat jenazah di dalam ruang jenazah bersama seorang modin dan seorang pegawai RS. Tak berselang lama jenazah bapak sudah diangkut di atas mobil jenazah meluncur ke Kedungasem, segera saya mengontak ustadz Yusuf dan keluarga bahwa 15 menit lagi jenazah sudah sampai di pemakaman depan sekolahan Jiwanala.

Sesampai di pemakaman sudah berkumpul keluarga dan warga walaupun langit masih gelap gulita, setelah menyerahkan jenazah petugas RS bergegas pergi dan peti jenazah segera digotong untuk dimasukan ke dalam liang lahat, saat itu hati "berdesir" merasakan perpisahan dengan bapak, sosok yang selalu membersamai Abil dalam sekolah dan bermain.

Terdengar Modin Kedungasem untuk mengarahkan para pelayat untuk berkenan mensholati jenazah bapak di pemakaman, dengan alas kaki di lepas lalu diinjak dengan kaki. Setelah disholatkan, terdengar perintah ustadz Yusuf untuk mengumandangkan adzan pada peti yang sudah berada di dalam liang lahat kemudian ditimbun dengan tanah. Selanjutnya dibacakan talqin oleh pak Modin.

Pukul 03.30 terdengar sayup-sayup suara masjid memulai aktivitasnya, saat itu pula paripurna seluruh prosesi pemakaman bapak H. Tukiyat. 

Selamat beristirahat Bapak dengan tenang, semoga segala khilaf dan kesalahan diampuni oleh Allah SWT, diterima seluruh amal ibadah dan ditempatkan Allah pada kedudukan yang mulia di Sisi-Nya

Ais dan Abil di pusara sang Kakek


Yang paling berkesan dari almarhum adalah, beliau mengajarkan untuk hidup mandiri. karena cepat atau lambat, orang tua pasti akan meninggal. Sehingga rumah tangga anak-anaknya harus bersiap untuk kuat berdiri sendiri, tanpa banyak menggantungkan kepada orang tua.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar