Sabtu, 24 Oktober 2020

Dinamika Sosial

Sebuah masyarakat adalah komunitas yang beragam dari berbagai latar belakang. Tak terlepas dengan Tambak Medokan Ayu RT 08 / RW 02.

Berawal menempati rumah baru tahun 2011 saat areal masih banyak tambak yang diisi dengan ikan tawar, warganya-pun masih jejarang jaraknya. Namun struktural kepemimpinan lokal sudah terbentuk. 

Mengadopsi tradisional desa yang guyub rukun dan mengedepankan "cangkruk" setiap malam pada pos ronda menjadikan bentuk dialektika masyarakat urban rasa "Matraman"

Satu persatu lahan kavlingan dan tambak yang mulai terbangun, mengubah perwajahan sosial karena warga yang datang terakhir lebih cenderung "individualis" dengan rutinitas pagi bekerja sore pulang kerja dan langsung istirahat, akhir pekan liburan bersama keluarga.

Gejolak muncul dengan warga yang lebih dulu merintis "perkampungan" karena merasa "pendatang" memiliki tingkat kepedulian yang minim terhadap komunikasi antar warga dan bentuk kegiatan sosial non-formal lainnya.

Arena perdebatan mulai muncul di permukaan saat menentukan sistem keamanan, golongan "tua" lebih cenderung membuat pam swakarsa dengan menjadwal giliran setiap warga dengan alasan bahwa tidak semua warga sanggup untuk membayar iuran sekuriti sekaligus untuk bisa saling mengenal sesama warga.

Namun bagi golongan yang lebih muda dengan tingkat kesibukan kerja paginya membuat jaga malam beban tersendiri, bila tidak datang dikenai denda Rp. 100ribu perkehadiran atau mencari pengganti. Bila ikut jaga malam hingga pukul 04.00 dinihari membuat kantuk yang berat di tempat kerjanya.

Persoalan ini menjadi bibit "disparitas" golongan yang akhirnya mengkristal hingga masuk ke dalam persendian struktural RT dan Ketakmiran Mushola As-Suyudi.

Karena golongan "muda" yang lebih mengedepankan logika dan secara kuantitas semakin banyak jumlahnya menjadikan keberadaannya mulai mendesak golongan "tua". sehingga lambat laun peranannya semakin terabaikan dalam percaturan pengambilan keputusan.

Dengan kesamaan platform dalam ide dan pelaksanaan, masyarakat lebih mempercayai diri ini karena mulai dari ide, fikiran, inisiasi, gerakan serta targetan dapat terukur dengan jelas dan tuntas hingga evaluasinya.

Akhirnya, konotasi-pun tersematkan seakan urusan kampung yang meliputi RT dan Ketakmiran didominasi dan dikendalikan oleh "Onny" dalam menentukan merah hijaunya kampung.

Dalam sebuah diskusi kecil yang muncul dari warkop dan forum cangkrukan. Saking inginnya lepas dalam bayang-bayang "Onny", Ketua RT (pak Huri) pernah mengatakan bahwa dirinyapun akan menolak ide "Onny" bila tidak menyetujuinya.

Begitu pula Ketua Takmir mulai enggan untuk merapatkan kegiatan ketakmiran dan cenderung untuk mendiskusikan non-formal tanpa adanya "Onny" lalu mengumumkan sebagai kegiatan resmi takmir.

Banyak rekan yang menyarankan "Onny" untuk tidak mendominasi urusan kampung. Pernyataan ini memang pernah muncul dari orang-orang yang berseberangan prinsip pengelolaan organisasi dengan "Onny" dan mereka cenderung "gagal" dalam mengelola saat di zamannya memimpin.

Maka, setelah intropeksi dapat diambil kesimpulan bahwa :

Dalam masyarakat dikenal golongan : 
  1. Orang yang tidak aktif, 
  2. Orang yang pasif
  3. Orang yang aktif, yang pertama aktif dalam "omongan" saja, dan yang kedua adalah orang yang aktif dalam fikiran, dana, dan tenaganya
  4. Orang yang mendominasi dan menentukan arah kebijakan.
Tanpa terasa, sembilan tahun keberadaan di kampung baru dan usia yang masih di bawah 40 tahun ternyata masyarakatnya sendiri yang memberikan predikat nomor 4. (pada prinsipnya semua orang bisa berperan lebih di masyarakat dengan memiliki karakter yang kuat, tanpa harus menunggu usia tua). 

Karena merupakan titik tertinggi dalam capaian sosial di masyarakat, maka sudah selayaknya peranan itu mulai dikurangi ataupun didelegasikan kepada rekan yang lainnya untuk sama-sama berproses menuju kematangan di tengah masyarakat.

Dalam sebuah diskusi internal dari rekan yang diharapkan menggantikan peran, telah tersampaikan anasir-anasir :
  1. Bahwa setelah terpilihnya Ketua RT dan Ketua Takmir masa bakti 2019-2022 yang merupakan orang satu jamaah, dan friksi-friksi di masyarakat pasca pemilihan sudah mulai reda, maka konsolidasi pengurus pada semester pertama dirasa sudah cukup baik dan kuat. Sehingga memasuki semester kedua diharapkan sudah mulai ada transisi dalam melepas perlahan-lahan peranan "yang mendominasi"
  2. Bahwa "Onny" telah berpijak satu kaki di RT 08 dan satunya lagi sudah di organisasi eksternal, artinya sebagian sudah fokus dalam mengurusi NU Medokan Ayu dan NU Kecamatan Rungkut. Kedua organisasi NU itu awalnya vakuum, sehingga mendapatkan tugas dari "suara langit" untuk membantu menghidupkan dan "ngurip-nguripi" kembali
  3. Bagi yang di dalam kampung, berkomitmen untuk tidak akan datang lagi pada awal rapat pengurus RT dan takmir. Karena dikhawatirkan ide pikirannya akan membentuk dan mempengaruhi pola keputusan di kedua lembaga tersebut. Tetapi tetap hadir pada rapat warga sebagai wujud partisipatif untuk mendukung kegiatan positifnya
  4. Menjaga jarak dengan dua lembaga tersebut bukan berarti "Klandestin", tetapi rekam jejak digital aktivitas sebelumnya tetap tertulis "abadi" pada web blog. Tergantung kontennya menjadi refrensi pijakan langkah atau memulai dengan ide kreatif yang baru bagi pengurusnya.
  5. Dengan mengurangi peran, maka terbuka bagi orang-orang yang merasa selama ini "kalah" peran dari "Onny" untuk masuk kembali dalam mewarnai kehidupan masyarakat.
  6. Benturan awal bisa terjadi dengan merasa takmir dikendalikan, diatur, atau didikte oleh orang luar jamaah sholat rowatib.
  7. Begitupula RT secara keputusan akan mendapatkan pertentangan dari "oposisi". Sehingga bila "gagap" dalam bersikap maka tidak mustahil RT akan menjadi "bulan-bulanan" warganya sendiri.
  8. Masyarakat akan membanding-bandingkan capaian prestasi dengan era kepengurusan sebelumnya, sehingga itu seharusnya menjadi cambuk lecutan untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik di masyarakat.
  9. Apapun yang diputuskan dari lembaga RT dan Takmir tetap didukung walaupun dengan standart karakter yang berbeda kualitasnya dibanding masa sebelumnya.
  10. Marilah kita sikapi momentum ini dengan bijak dan semangat kedewasaan, bahwa adakalanya kebersamaan tidak selamanya harus bersama langkah. Karena Allah jua yang memberikan amanah  dengan menempatkan kita pada tempat yang diKehendaki-Nya.




Rabu, 14 Oktober 2020

Usaha "Mama Pin Laundry"

Setelah dua generasi menjalankan usaha warung nasi di Rungkut Kidul gg ss/2, kini lahan tersebut diubah menjadi usaha "Mama Pin Laundry"


Dengan mengoperasikan dua unit mesin cuci, memastikan cucian pelanggan akan tepat waktu sesuai pesanan.

Buka jam 05.00 - 20.00 wib, dengan melayani :

  • Cuci Basah : Rp. 2000/kg
  • Cuci Kering : Rp. 3000/kg
  • Cuci Setrika : Rp. 5000/kg
  • Setrika: Rp. 3000/kg
Juga menjual es batu plastik ukuran 1 kg dengan harga : Rp. 500,-

Menjual kebutuhan pokok diantaranya :

Minyak Goreng

Gula Pasir

Telor










Selasa, 13 Oktober 2020

Ujian di musim pandemi

Sudah seminggu Ayah Siaman dan Ibu Nursiyati sakit di rumah dengan kondisi semakin memburuk.

Ibu sakit lambung dengan tidak mau makan, obat dari dokter tidak bisa masuk karena selalu muntah, sedangkan ayah merasa demam (gregesi) 

Akhirnya, Ahad (20/09/2020) bakda sholat dhuhur Ning Ivin menelpon untuk memastikan ayah dan ibu dibawa berobat ke rumah sakit Haji. Sehingga kami pun datang dari Medokan Ayu mengendarai mobil bersama Bp. Suparman

Sesampainya di ruang IGD ayah - ibu langsung didiagnosa dengan foto rontgen dan pemasangan alat oksigen, karena khususnya ibu ada sesaknya.

Kondisi Saturasi oksigen ibu yang berkisar antara 88 membuat kesimpulan bahwa kondisinya buruk, karena orang normal saturasinya sekitar 95-100.

Semua berkas medis yang saya tandatangani tertulis bahwa status dan pembiayaan kedua pasien adalah Covid-19, awalnya terkejut saat membaca berkas medis tersebut. Akan tetapi muncul semangat bahwa pengobatan kepada ayah dan ibu lebih utama, apalagi di rumah sakit peralatan dan tenaga medis yang lebih profesional untuk menjamin ayah ibu mendapatkan penanganan yang lebih baik daripada dirawat sendiri oleh keluarga di rumah.

Selasa pagi ayah mendapatkan bed di ruang isolasi, sedangkan ibu dikirim ke ruang isolasi pada bakda dhuhurnya. Peralihan dari ruang transit UGD ke Ruang isolasi terlihat ibu mulai gelisah, itu adalah wajah terakhir saya melihat ibu sebelum akhirnya kami harus terpisah di pintu ruang isolasi, karena selain pasien dan tenaga medis dilarang masuk ruangan tersebut.

Sebelum pulang, ada yang harus saya tandatangani yaitu kesediaan pemasangan ventilator kepada ibu, mengingat kondisinya yang sudah memburuk dan sebuah klausul bila pasien wafat harus di makamkan di TPU Keputih. Sebuah kondisi dilematis, tapi semuanya kami telah pasrahkan kepada Kehendak Allah SWT.

Bakda maghrib, info dari perawat menyampaikan bahwa ibu sudah dipasang NIV Ventilator, karena oksigen dengan kadar yang terbaik belum bisa mengendalikan saturasi oksigennya yang semakin memburuk.

Rabu (23/09/2020) pukul 01.30 dinihari perawat memberi info bahwa ibu semakin gelisah, hanya permohonan doa saja yang diharapkan dari keluarga untuk menghadapi kondisi yang menegangkan ini. Praktis setelah info tersebut, suasana kebatinan sudah tidak menentu hingga shubuh sulit mata ini dipejamkan.

Pada Rabu pagi harinya masih menyempatkan presensi kehadiran di tempat kerja, sepulang kerja pukul 14.00 info dari perawat menyampaikan kondisi ibu semakin memburuk, selang 30 menit berikutnya muncul notifikasi perintah untuk menghadap ke ruang isolasi saat itu juga. Akhirnya saya datang bersama dengan ning Ivin yang sebelumnya sudah saya pesan ke keluarga di gang ss bila terjadi kemungkinan yang terburuk untuk keluarga dikondisikan beserta warga di sekitar rumah.

Tepat pukul 16.00 sampai di depan ruang isolasi, kebetulan ada seorang penunggu pasien yang ada di situ menyampaikan bahwa baru saja ada pasien wanita yang meninggal. Sontak batin ini berkata, itu pasti ibu yang telah berpulang ke Rahmatullah.

Sejurus kemudian, datang perawat yang menyampaikan perihal wafatnya ibu Nursiyati lengkap dengan dokumen kematian serta beberapa surat yang harus ditandatangani. 

Perawat mengatakan bahwa ibu Nursiyati wafat pukul 15.45 (ket : Rabu, 23 September 2020/ 5 Safar 1442 H/ Rabu Pahing) dan pemulasaran jenazah harus mengikuti protokol Covid-19 serta di makamkan di TPU Keputih. Mewakili pihak keluarga kami menerima yang menjadi ketentuan rumah sakit, tetapi dua permohonan yang saya ajukan adalah sebagai anak untuk diijinkan menyolatkan jenazah sebagai penghormatan dan bakti anak yang terakhir kali serta mengantarkan jenazah hingga ke liang lahat. Syukurlah dua permintaan tersebut dikabulkan.

Sambil menunggu proses berikutnya, saya menyampaikan berita duka ini kepada ning Ivin yang dari tadi sudah melihat percakapan saya dengan perawat. Raut mukanya yang termenung seakan lintasan kenangan mengingat kembali saat-saat kebersamaan ibu di kala masih hidup terutama saat merawat Aisyah setiap hari di rumah gang ss.

Perlahan bibir ini berucap, sudahlah kita sudahi kenangan silam bersama ibu, mari kita segerakan prosesi hingga pemakaman.

Tertulis di surat kematian, bahwa ibu meninggal karena penyakit menular walaupun hasil PCR-SWAB belum terbit, sehingga keputusan cepat kami ambil berdua dari rumah sakit haji. 

Suara hati berkata, "Kita sayang ibu, Kita sayang keluarga, Kita pun juga sayang kepada warga" jadi saat itu pula saya umumkan melalui WA berbagai grup bahwa bu. Nursiyati wafat dan dimakamkan di TPU Keputih.

Sengaja pengumuman saya cantumkan TPU Keputih dengan maksud agar warga tidak perlu takziyah ke rumah gang SS dan perangkat pemakaman di Rungkut Kidul untuk tidak bertugas hari itu.

Refleks keputusan muncul dari pembiasaan saat menangani warga kampung Medokan Ayu yang meninggal karena Covid-19 dan dimakamkan di TPU Keputih, yaitu untuk sementara warga tidak bertakziyah dulu ke rumah duka sekaligus keluarganya kami beri pengertian bersama satgas Covid-19.

Bakda maghrib, kami menerima surat pengantar pengambilan jenazah yang ditujukan kepada pegawai pemulasaran jenazah. Dari komunikasi dengan pegawai pemulasaran dijelaskan bahwa para dokter mendiagnosa awal pasien Covid-19 dengan foto rontgen. Bila dari foto tersebut tampak paru-paru pasien muncul kabut / flek seperti orang terjangkit TBC enam bulan dengan nafas yang tersengal-sengal, maka kemungkinan besar pasien tersebut adalah Covid-19 walaupun hasil SWAB nya belum terbit. Sehingga penanganannya di ruang isolasi, bukan di ruang rawat inap umumnya.

Dari cerita tersebut membuka pencerahan tentang penyakit yang sedang menjadi pandemi, sekaligus ciri-ciri tersebut seperti yang tampak di akhir hayat ibu sebelum meninggal. 

Tidak berselang lama, jenazah ibu sudah didorong turun dari ruang isolasi lantai enam ke ruang pemulasaran jenazah dalam keadaan sudah dimandikan dan disucikan. 

Dalam aturan permenkes menyebutkan jenazah pasien menular (Covid-19) cukup diusap dan ditayamumkan saja, namun di RS Haji ada ketentuan walaupun Covid-19 tetap dimandikan dan dikafani.

Kesempatan untuk bisa menyolatkan jenazah ibu dapat terlaksana, bukan itu saja petugas juga memberikan kesempatan keluarga untuk bisa melihat wajah ibu yang terakhir kalinya.

Raut muka ibu yang tenang, tanpa menyisakan guratan sakit sisa sakaratul maut membuat hati yang melihatnya juga ikut bahagia. Bahkan tampak lebih segar dibandingkan awal masuk IGD yang tampak sudah pucat dan sayu.

Setelah meyakini bahwa yang terbujur di depan itu adalah jenazah ibu kami, maka selanjutnya kami persilakan petugas untuk melaksanakan proses selanjutnya. Petugas dengan hati-hati menutup wajah ibu dengan kapas, merapikan kembali balutan plastik pada lapisan pertama, lalu kain kafan dan selanjutnya yang terakhir kantong jenazah sebelum dimasukkan kedalam peti. Itulah detik-detik terakhir kami melihat ibu untuk berpisah selamanya.

Tak lupa kami menyempatkan sholat jenazah bersama petugas pemulasaran dan keluarga yang ikut saat itu (Mas Syamsul Huda dan Pak Parman) sedangkan Ning Ivin, Bunda Sri, dan Nisfa menunggu di luar ruangan.

Segera mobil jenazah mengangkut jasad ibu mengarahkan perjalanan ke TPU Keputih di iringi mobil keluarga. Laju cepat tanpa halangan sudah berada di lokasi pemakaman.

Tampak sebuah liang lahat yang sudah menga-nga membuat hati ini berdesir. Inikah tempat peristirahatan ibu ?

Petugas memakai pakaian hazmat mulai menurunkan peti jenazah dengan hati-hati ke liang lahat dan selanjutnya menimbunnya dengan gundukan tanah menggunakan buldozer. Sebuah pemandangan yang lazim dilihat di TV dan sekarang melihatnya secara langsung.

Setelah menata hati, lalu mengajak keluarga yang hadir saat itu merapat ke pusara ibu untuk membacakan talqin dan tahlil. Sekaligus "salam perpisahan" bahwa yang hidup akan kembali pulang untuk melanjutkan kehidupan dunia ini.

Selamat beristirahat ibu.....Semua yang kami perjuangkan ikhlas untuk ibu.

Selamat menghadap Robbul Izzati dalam keadaan tenang dengan melepaskan semua beban penyakit dan tanggungan duniawi.

Walaupun pengiring pemakaman tidak sebanyak di kampung, tetapi Semoga kepergian ibu dipersaksikan oleh para malaikat dan penghuni langit. Menjadi bagian dari para syahidah yang gugur karena wabah pandemi ini. 

Semoga Allah menempatkan ibu pada kedudukan yang mulia di-SisiNya dan kelak dimudahkan memasuki syurgaNya tanpa penghisaban.

Aamiin yaa Robbal A'alamin.

Berziarah 

Pemasangan rumput





Berpulangnya H. Tukiyat

  


Menjelang maghrib, Sabtu (18/07/2020) bertepatan 27 Dzulqo'dah 1441 H di Medokan Ayu sudah menemui dua tamu, yang pertama adalah keluarga mbak Chotimah yang berhajat untuk menikahkan putrinya, dengan khotmil Qur'an dari ketakmiran mushola As-Suyudi sebagai awalan untuk walimahnya

Bakda Isya, mas Budirama mengajak untuk berkumpul sambil menikmati mentok bumbu rica-rica yang disajikan di jalan depan rumahnya. untuk acara ini hadir bersama Abil dengan nikmatnya sambel pedas.

Warga yang hadir pun bercengkerama sehabis makan-makan, pukul 21.30 notifikasi WA muncul pesan dari ibu mertua (bu Tum) yang mengharapkan kehadiran saya saat itu juga ke Kedungasem, mengkhabarkan bahwa bapak mertua kondisinya tiba-tiba menurun dan tidak bisa merespon jawaban lesan bila ditanyai

Bergegas kami meluncur ke rumah mertua dan langsung menuju kamar bapak Tukiyat di kamarnya. Melihat kedatangan saya, beliau hanya memandangi satu persatu saya, bunda Sri, dan Abil. tanpa mengeluarkan sepatah katapun dari bibir beliau. sedangkan adik Dwi (menantu kedua) dalam perjalanan mengambil mobilnya ke Medayu untuk membawa Bapak Tukiyat ke rumah sakit. Sedangkan Pujianto putra kandungnya sedang dinas malam pukul 21.00 di RSJ Menur

Sambil menunggu mobil, saya bersama isteri mencoba menurunkan bapak dari lantai dua kamarnya. saat kami berdirikan terasa kaki beliau sudah tidak berdaya, untuk melangkah saja sudah sulit. sehingga kami mencoba mengangkat kakinya satu persatu, yang agak sulit adalah saat menuruni tangga.

sesampainya di lorong lantai bawah, bapak duduk pada kursi paanjang. tidak berselang lama datang mobil disertai lik Minto juga hadir di rumah. Dari Isyarat tangan, bapak sepertinya tidak mau diajak ke rumah sakit karena tangan beliau menggenggam erat ujung lemari di depannya. sontak ibu berusaha melepaskan pengangan itu dan segera tubuh bapak yang lemas langsung jatuh pada punggung lik Minto dalam posisi seperti menggendong. saya dan ibu berjaga di kanan-kiri gendongan tersebut

Adik Dwi menyopiri mobil, duduk di sampingnya adalah bunda Sri. sedangkan Bapak ada di bagian tengah diapit oleh lik Minto di kanan, dan ibu di kiri. saya berada di kursi belakang sambil memegangi dada bapak dari belakang. Mobil dipacu dengan cepat menuju rumah sakit Islam Jemursari

Setelah melewati SMAN 16, terdengar sayup-sayup lantunan bacaan surat Al-Fatichah dari bibir bapak, hingga memasuki putar balik ke arah RS bacaan tersebut selesai diiringi rontahan bapak yang ingin melepaskan pegangan kami. saat memasuki portal parkir untuk mengambil karcis, terdengar suara "dengkuran" pada tenggorokan bapak, suara ini yang saya kenali sebagai tarikan nafas terakhir / nazak. ibu langsung menangis memeluk bapak, sedangkan dalam hati ini terucap innalillahi wa inna ilahi rojiun.

Tepat di depan pintu masuk IGD, tubuh bapak sudah tidak bergerak dan langsung direbahkan pada bed dorong. saat itu masih terdengar dengkuran di tenggorokan walau kecil sekali bunyinya, adik Dwi melihat itu sebagai tanda bahwa bapak masih hidup, sedangkan batin ini menyakini itu adalah sisa udara yang keluar terakhir dari tenggorokan bapak. 

Karena saking tergesa-gesanya tadi, sehingga saya lupa memakai sandal sehingga saya tidak mengikuti bapak masuk di ruang IGD, saya menunggu di luar bersama lik Minto. Tidak berselang lama, saya dipanggil masuk ke dalam IGD untuk mendapatkan penjelasan dari dokter.

Sambil melihat tubuh bapak yang membujur, kami mendapatkan penjelasan bahwa bapak sudah meninggal di perjalanan sebelum masuk ke ruang IGD, karena setelah dipasang peralatan detektor jantung ternyata sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Setelah penjelasan dokter, saya pun menguatkan diri dengan mencium kening bapak yang terakhir kalinya, sebelum saya harus mengendalikan keadaan bersama keluarga. Jam pada dinding menunjukkan pukul 22.45 wib

Tak lama, saya dipanggil oleh tim dokter yang menyampaikan bahwa statusnya bapak adalah probable covid-19 karena dari interview ke keluarga dekat bahwa dua hari yang lalu bapak berobat ke dokter umum karena batuk. Tim dokter mengarahkan pemulasaran jenazah bapak mengikuti protokol covid-19 dan dimakamkan di TPU Keputih.

Saya pun bernegosiasi bahwa bolehlah jenazah bapak diproses dengan prokes, tapi pemakaman kami harap di pemakaman Islam Kedungasem. Awalnya tim dokter keberatan, tapi akhirnya memperbolehkan dengan syarat ada surat rekomendasi dari RT/ RW bahwa jenazah diperbolehkan dimakamkan di Kedungasem dan pekerja makam harus memakai alat pelindung diri. saya pun berjanji menyanggupi untuk memenuhi semua persyaratan malam itu juga.

Penyelamat

Tanpa fikir panjang, saya mengontak ustadz Yusuf yang merupakan ketua PRNU Kedungasem sekaligus teman di pengurusan MWC NU Rungkut. Tokoh yang sangat berpengaruh ini segera mengkoordinasikan perangkat kampung meliputi Sekretaris, RT, dan RW hingga pekerja makam malam itu juga. Saat saya pulang dari rumah sakit untuk mengurus surat rekomendasi, sudah tidak butuh waktu lama untuk mendatangi perangkat kampung. Begitu pula dari musyawarah kecil bersama mereka diputuskan untuk pemakaman bapak pada malam itu juga, tidak usah menunggu pagi karena masyarakat masih sensitif dengan isu-isu tentang covid-19.

Pukul 01.30 sayapun sudah balik kembali ke rumah sakit sambil membawa surat rekomendasi bersama adik Pujianto yang ijin pulang dari tempat kerjanya, setelah itu kami minta dik Puji pulang bermotor dengan lik Minto untuk mengurus yang di rumah, prosesi jenazah bapak saya tunggui bersama bunda Sri, sedangkan ibu dan dik Dwi sudah pulang bersama saya saat mengurus surat rekomendasi ke perangkat kampung.

Pukul 02.30 jenazah bapak siap diantar pulang dalam keadaan sudah dimasukan dalam peti kayu, saya sempatkan untuk sholat jenazah di dalam ruang jenazah bersama seorang modin dan seorang pegawai RS. Tak berselang lama jenazah bapak sudah diangkut di atas mobil jenazah meluncur ke Kedungasem, segera saya mengontak ustadz Yusuf dan keluarga bahwa 15 menit lagi jenazah sudah sampai di pemakaman depan sekolahan Jiwanala.

Sesampai di pemakaman sudah berkumpul keluarga dan warga walaupun langit masih gelap gulita, setelah menyerahkan jenazah petugas RS bergegas pergi dan peti jenazah segera digotong untuk dimasukan ke dalam liang lahat, saat itu hati "berdesir" merasakan perpisahan dengan bapak, sosok yang selalu membersamai Abil dalam sekolah dan bermain.

Terdengar Modin Kedungasem untuk mengarahkan para pelayat untuk berkenan mensholati jenazah bapak di pemakaman, dengan alas kaki di lepas lalu diinjak dengan kaki. Setelah disholatkan, terdengar perintah ustadz Yusuf untuk mengumandangkan adzan pada peti yang sudah berada di dalam liang lahat kemudian ditimbun dengan tanah. Selanjutnya dibacakan talqin oleh pak Modin.

Pukul 03.30 terdengar sayup-sayup suara masjid memulai aktivitasnya, saat itu pula paripurna seluruh prosesi pemakaman bapak H. Tukiyat. 

Selamat beristirahat Bapak dengan tenang, semoga segala khilaf dan kesalahan diampuni oleh Allah SWT, diterima seluruh amal ibadah dan ditempatkan Allah pada kedudukan yang mulia di Sisi-Nya

Ais dan Abil di pusara sang Kakek


Yang paling berkesan dari almarhum adalah, beliau mengajarkan untuk hidup mandiri. karena cepat atau lambat, orang tua pasti akan meninggal. Sehingga rumah tangga anak-anaknya harus bersiap untuk kuat berdiri sendiri, tanpa banyak menggantungkan kepada orang tua.