Selasa, 25 Agustus 2020

Memori Tokoh Rungkut Kidul


Dari kiri :
  • KH. Muhadjir Yusuf Achmaturmudzi
  • KH. Misbach Hudin
  • KH. M. Thowil Huda
  • KH. Said Aqil Sirodj (PBNU)
  • H. Abdul Fatah
  • H. Achmad Yasak
Mendapati foto para tokoh NU Rungkut Kidul di era tahun 90-an, ingin rasanya menuliskan kisah tentang perjuangan beliau-beliau sesuai dengan kesanggupan pengamatan dan pengalaman yang pernah membersamainya.

KH. Muhadjir Yusuf Achmaturmudzi
Beliau berprofesi sebagai guru di SDI Wachid Hasyim dan juga sebagai guru PNS di Madrasah Ibtidaiyah Negeri, tempat tinggalnya di jalan Zamhuri sekaligus pengasuh dari Taman Pendidikan Al-Qur'an Kyai Syuhadak.

Alhamdulillah saya pernah mendapatkan keberkahan ilmu Fikih, Qur'an Hadits, Ke-Nu-an, dan Aswaja saat beliau mengajar di SDI Wachid Hasyim

Dalam pengabdian di NU Rungkut Kidul sebagai pengurus Tanfidziyah, beliaupun sering berkhutbah di masjid Al-Musthofa, sekaligus penasehat kepanitian zakat infaq dan shodaqoh khususnya di bulan Ramadhan. 

Pada suatu kesempatan setelah distribusi zakat fitrah di masjid, saya pernah dipanggil oleh beliau dan duduk berdua di salah satu serambi masjid (kebetulan saat itu, saya sebagai pengurus IPNU Rungkut Kidul yang bertugas menyediakan dan menjual paket zakat fitrah). beliau menyampaikan detail tentang pengelolaan zakat fitrah beserta prioritas asnaf yang perlu diberikan zakatnya. di akhir diskusi berdua tersebut, ada satu kalimat yang beliau terucap "ini semua saya sampaikan agar generasi muda mengetahui cara pengelolaan zakat fitrah". seakan itu sebuah pesan terakhir sebelum dalam tahun yang sama beliau berpulang ke Rahmatullah (Al-Fatichah) 

KH. Misbach Hudin
Baliau alumni dari Pesantren Tambak Beras Jombang, keilmuannya sering diajarkan pada jamaah di masjid Al-Musthofa pada pengajian rutin Ahad pagi bakda shubuh. begitupula khutbah sholat Jum'at mapun Iedain.

Domisili beliau dekat makam kembar di sisi timur, dengan memiliki toko peralatan rumah tangga yang buka setiap harinya. di samping rumah beliau berdiri Musholah Al- Hidayah 

Perjuangan beliau pernah menjadi Rois Syuriah NU Rungkut Kidul, juga menjadi Ketua Yastamaa' (Yayasan Ta'mirul Masjid Al-Musthofa) sebuah lembaga yang mengurusi pendidikan : TK. Wachid Hasyim, SDI Wachid Hasyim dan SMP Al-Wachid. 

Saat beliau menjadi Rois sekitar tahun 2005, bersamaan pula saya mendapatkan amanah sebagai Ketua PR IPNU Rungkut Kidul, pesan beliau adalah menghidupkan kembali kader - kader muda NU di Rungkut Kidul, yang sempat mengalami kevakuman sejak tahun 2001

Beliau wafat tahun 2016 dalam usia sekitar 55-an dan di makamkan di makam kembar Rungkut kidul sisi barat (Al-Fatichah)

KH. M. Thowil Huda
Tempat tinggal beliau di gang III berdekatan dengan Musholla Abdul Ghoni, dan merupakan purna tugas dari kepegawaian Departemen Agama.

Sebagai sesepuh Rungkut Kidul dan NU menjadikan beliau sebagai tempat rujukan dalam mengambil keputusan, khususnya terkait dengan keagamaan

Pengalaman yang sangat berkesan adalah saat beliau menegur keras, ketika kami menggabungkan acara IPNU dan organisasi remaja lain dalam pentas seni yang menampilkan gabungan sholawat, tari, dan band, serta gamelan. beliau beralasan bahwa IPNU memiliki marwah yang menempatkannya harus murni sesuai dengan amaliyah dan tradisi NU.

Sebagai kader yang harus sami'na wa atho'na kepada kyai, maka teguran tersebut kami terima dengan lapang  dada, dan menjadikan IPNU - IPPNU mereposisi tugas dan perannya sebagai organisasi kader yang berbasis pada sekolah naungan NU dan kemasjidan, dan menjadikan SMP Al-Wachid sebagai pilot project pengkaderan

Pembukaan Makesta di SMP Al-Wachid

Materi di dalam kelas

Orientasi lapangan bersama CBP
(Corps Brigade Pembangungan)

Pertemuan terakhir saat beliau sama-sama menghadiri acara akad nikah kerabat di masjid Al-Mustofa pada Jumat, 07 Agustus 2020, beliau didapuk sebagai pemimpin doa setelah akad nikah

Kyai berpeci putih

Semoga Allah senantiasa menganugerahkan kesehatan jasmani dan ruhani kepada beliau (Al - Fatichah)

H. Abdul Fatah
Tidak banyak yang bisa dituliskan, karena saat beliau menjadi Ketua Yastamaa saya masih menempuh pendidikan di SDI Wachid Hasyim

Hanya saja rekan satu leting pernah menyampaikan bahwa abah-nya merupakan ketua yayasan, sedangkan saya lulus SD pada tahun 1994

Semoga amal perjuangan beliau diterima di-Sisi Allah SWT (Al-Fatichah)

H. Achmad Yasak
Tempat tinggal beliau di gang II, saat saya mendapatkan amanah sebagai Ketua PR IPNU Rungkut Kidul tahun 2005, beliau adalah Ketua Tanfidziyah sekaligus Ketua Takmir Masjid Al-Musthofa Rungkut Kidul

Beliau memberikan banyak perhatian kepada IPNU - IPPNU yang baru merintis kembali, diantaranya : mempersilakan salah satu ruang masjid untuk menjadi sekretariat, membelikan seragam untuk petugas pengatur shof dan menertibkan anak-anak kecil saat sholat teraweh di masjid.

Beliau mengajarkan kemandirian organisasi dan taktikal wirausaha dengan meminjamkan modal usaha pengadaan beras zakat fitrah. rekan - rekan IPNU - IPPNU mengorganisir dari pembelian beras di toko Bima Putra, menimbang, mengantongi hingga menjualnya kepada para muzakki pada malam penerimaan zakat fitrah di masjid Al-Musthofa. bakda sholat Iedul Fitri pinjaman modal segera kami kembalikan dan laba penjualan masuk ke dalam kas IPNU - IPPNU.

Begitu pula dalam dukungannya saat mempersilakan ruang lantai dua masjid sebagai tempat pelatihan Masa Kesetiaan Anggota (Makesta)


Sebelum wafat, beliau dirawat di RSI Jemursari, sempat membersamainya saat detik - detik terakhir di penghujung usia hingga beliau menghadap  ke Rahmatullah (Al-Fatichah)

Rasanya tidak bisa kami ungkapkan kepada para tokoh dan sesepuh NU yang telah membentuk karakter, membangkitkan jiwa, serta kesetiaan pada organisasi beserta dinamikanya. kecuali ucapan jazakumulloh khoiron katsiro.

Semoga kami bisa mewarisi semangat perjuangannya dalam mengemban amanah.

Oleh : Onny Fahamsyah
(terlahir dan dilahirkan kembali di Rungkut Kidul)


Rabu, 19 Agustus 2020

Memaknai Tahun Baru Islam


Saat sahabat Ali bin Abi Tholib mengusulkan penanggalan tahun baru Islam berdasarkan dimulainya hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah), sesungguhnya memiliki makna kontekstual bahwa umat islam harus senantiasa berhijrah menuju yang lebih baik dalam setiap waktu yang dimiliki.

Tetapi, dipakainya kalender masehi yang secara jamak dalam kehidupan umum, menyebabkan pergeseran paradigma bagi golongan muta-akhirin.

Kalender masehi menempatkan pemakaiannya untuk urusan duniawi : pekerjaan, pendidikan, dan perencanaan hiburan. Sedangkan mengingat almanak hijriyah untuk penentuan kegiatan keagamaan, bahkan tidak jarang ada "gerutuan" bila menjelang Ramadhan datang, seakan puasa menyandera kebebasan dalam beraktivitas. Maka Kalender Hijriyah seperti berputar dalam konotasi yang negatif

Bagi yang menyandarkan bahwa kehidupan ini hanyalah untuk "numpang ngombe mung sediluk" maka memanfaatkan sisa umur  untuk bercocok tanam dalam  memperbanyak amal ibadah pastilah cocok dalam mengenali "musim" dan memahami isi kalender Hijriyah.

Sandaran dalam menentukan waktu sholat,  agenda rutin setiap pekan dengan nutrisi ruhani setiap Jum'at. Puasa serta amaliyah sunnah bulanan (puasa ayamubidh), durasi tahunan dalam Ramadhan dan ibadah haji seperti ladang amal yang silih berganti menu, membuat para "salikin" akan sangat menikmati lezatnya pengembaraan dalam menuju Allah dengan perasan kerinduannya.

Nilai esoteris - holistik yang terkandung dalam kalender Hijriyah perlu kiranya ditransformasikan kepada rekan - saudara sesama muslim, sehingga ketika setiap 1 Muharrom menjadi libur nasional, sepatutnya diisi dengan kegiatan monumental untuk menandai datangnya tahun baru Islam. Atau justru saking sibuknya lupa bahwa besok tanggal merah itu libur apa ?

Menyikapi kondisi yang penuh ujian sejak pandemi Covid-19, membutuhkan sentuhan hati sekaligus mempertebal semangat religi. Agar semuanya tetap bersandar pada kepasrahan kepada Allah SWT. Disamping mengisi ruang waktu dengan nilai-nilai kebajikan yang senantiasa diinduksikan kepada lingkungan sebagai bentuk komitmen bahwa "mari kita jalani bersama"

Peringatan tahun baru Islam, 1 Muharrom 1442 H memiliki makna yang harus digaungkan khususnya kepada masyarakat muslim. Karena sejatinya dengan kalender hijriyah tersebut, kita mampu merencanakan sedari awal tentang amal ibadah dalam kurun waktu setahun.

Begitu pun dengan remaja yang memasuki akil baligh, secara taklif harus siap menjalankan beban kwajiban agama, yang kepadanya pena malaikat Rakib - Atid sudah mulai mencatat buku amalannya.

Bagi anak kecil, dengan mengedukasi kegiatan tersebut sebagai pembelajaran "pedagogis" untuk menanamkan wawasan kognitif terstruktur, apalagi sejak belajar dari rumah secara "daring" maka momen tersebut sebagai bentuk kegiatan empiris di luar kelas.

Isi yang menjadi konten kegiatan, merupakan sunnah yang didalilkan secara shahih maupun qiyas yang bisa menjadi rujukan dalam beristinbat / mengambil dasar hukumnya. Sebut saja adzan yang dilakukan di titik - titik batas wilayah RT 08, merujuk pada Imam an-Nawawi menyebutkan dalam al-Minhaj terkait adzan-adzan di luar shalat yang disunnahkan, Disunnahkan adzan selain shalat, yaitu saat adzan untuk bayi yang baru lahir, orang yang sedang bersedih hati, orang yang menderita penyakit epilepsi, orang yang sedang marah, orang atau binatang yang memiliki perangai buruk, saat perang sedang berkecamuk, saat kebakaran, dan dikatakan juga menurunkan mayat pada liang kubur dengan mengqiyaskan saat awal terlahirnya ke dunia, namun aku (an-Nawawi) menententang kesunnahannya dalam syarh al-‘Ubaab; saat terdapat gangguan jin berdasarkan hadis yang shahih di dalamnya, juga Adzan dan iqamah dalam penyambutan musafir. Setidaknya dengan adzan yang dikumandangkan sebagai penyejuk gejolak hati yang bersedih dikarenakan wabah pandemi.

Maksud Perjalanan keliling dengan bermotor atau sepeda angin untuk tetap menjaga physical distancing, begitu pula dengan makna bertaaruf untuk menyampaikan makna tersirat bahwa kita saling mengunjungi wilayah warga, silaturahim kepada masyarakat sekitarnya, dan mempererat kekeluargaan.

Puncak esensi kegiatan adalah doa yang dimunajatkan kepada Allah SWT tentang keselamatan kampung, keselamatan warganya, keselamatan harta bendanya, sedangkan bagi ketakmiran juga mengemban fungsi untuk menyebarkan kesalehan sosial di tengah masyarakat.

Akhirnya, pemaknaan peringatan tahun baru islam merupakan perencanaan untuk meningkatkan produktivitas diri dalam kualitas beragama. bila mampu memperbanyak amal ibadah yang mendatangkan pahala; atau setidaknya mengurangi segala yang berpotensi menjadikan maksiyat dan dosa.

Medokan Ayu, 1-2 Muharrom 1442 H

Onny Fahamsyah
Bidang Dakwah dan Pendidikan
Ketakmiran Musholah As-Suyudi


Janduman : mengulik masa lalu


Era foto yang menggunakan klise film membuat perencanaan kegiatan pasti menganggarkan dana dan personil panitia bidang dokumentasi, begitu juga kegiatan Masa Kesetiaan Anggota IPNU dan IPPNU Rungkut Kidul bertarikh 4-5 Maret 2006.

Hasil dokumentasi, tampak seorang pemateri yang merupakan tokoh senior IPNU Rungkut sedang menyajikan materi analisa diri. Beliau yang kita kenal dengan cak Ali Sa'du.

Pada kesempatan "janduman" tadi malam (18/8/2020) di gedung MWC NU Rungkut, kami bersua kembali dengan cerita-cerita romansa selama mengarungi perjalanan "ngopeni" NU di Rungkut.

Gayengnya diskusi dimulai dengan membicarakan  ketokohan KH. Chusaini Tiway yang makamnya berada di pemakaman Islam Kedung asem (depan sekolah Jiwanala). Selama ini warga NU Rungkut sering mengaitkan cak Ali memiliki "trah" dengan kyai kharismatik ini.


Alur kisah dimulai saat cak Ali mengurai pertemuan beliau dengan kyai Tiway yang dimintai untuk mengisi materi IPNU pada kisaran tahun 1988. Saat itu kyai Tiway sudah dalam kondisi sepuh dan sakit-sakitan.

Baca pula : sejarah berdirinya GP Ansor

Namun, ulasan sejarahnya menjadi sangat minim saat ingin mengulik peranan kyai Tiway dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Banyak anasir-anasir cerita bahwa sang kyai yang merupakan anggota laskar Hizbulloh pimpinan Kyai Masykur - Malang, hingga tokoh yang punya peranan dalam berdirinya Gerakan Pemuda Ansor, sehingga tak ayal setiap harlah ormas pemuda NU ini, makam beliau selalu diziarahi oleh anggota Ansor.

Diskusipun bergeser tentang "etnografi" Rungkut, termasuk sejak kapan NU masuk ke wilayah Rungkut. Umpan diskusi ini menjadi "santapan" menu argumentatif bagi Ustadz Yusuf, Ustadz Rozy, dan Ustadz Syafik yang merupakan akademisi muda yang juga hadir tadi malam.

Cak Ali melukiskan secara "genealogi" bahwa seberang timur ada makam Dewi Sekardadu yang merupakan ibunda dari Sunan Giri yang hidup di masa akhir Kerajaan Majapahit, hingga nama Pandugo yang identik dengan kata "mandeg" dan Penjaringan yang mirip dengan kata "jaring" ikan, seakan dengan dalil "cocokologi" bahwa orang Rungkut secara keturunan berasal dari kaum nelayan dari pesisir timur ?

Disatu sisi, ada yang berpendapat bahwa Kyai Tholabudin di Rungkut Lor, dan Kyai Nakidin di Rungkut Kidul merupakan sisa laskar pasukan Pangeran Diponegoro yang melarikan diri pasca berakhirnya perang Jawa 1825 - 1830 M. Sejak ditangkapnya Pahlawan dari Goa Selarong oleh Belanda di Magelang. Seakan ingin mentahbiskan bahwa warga Rungkut yang aseli adalah keturunan dari darah pejuang bangsa.

Di saat menghangatnya diskusi, muncul tawaran dari Ketua MWC NU Rungkut, Kyai Mujib. Agar kelak di bulan April tahun depan (bersamaan harlah Ansor), agar cak Ali siap untuk menjadi pemateri sarasehan tentang "masuknya NU di Rungkut dan sosok Kyai Tiway" yang akan dipaneliskan dengan DR. KH. Muhibbin Zuhri selaku Ketua PCNU kota Surabaya yang juga akademisi ini, sekaligus pernah menjadi sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur.

Tentu ini menjadi tugas bagi pengurus MWC NU Rungkut untuk menggali dan menyusun naskah ilmiah yang akan menjadi pencatatan sejarah para tokoh yang pernah memperjuangkan dan mengharumkan Nahdlatul Ulama di Rungkut ini.

Semoga Allah Memudahkan dan Meridloi

Oleh : Onny Fahamsyah
Wakil Sekretaris MWC NU Rungkut


Selasa, 11 Agustus 2020

Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu memahami berbagai kaidah tentang bahasa Indonesia ragam ilmiah serta penulisan karya ilmiah serta mampu menerapkannya dalam praktik penulisan karya ilmiah.
  1. Pengertian karya tulis ilmiah, Ciri-ciri karya tulis ilmiah, Jenis-Jenis karya tulis Ilmiah 
  2. Ciri-ciri Bahasa ilmiah 
  3. Tahap-tahap penulisan karya ilmiah. (1) Tahap persiapan (2) Pengumpulan data (3) Pengorganisasian dan pengonsepan (4) Pemeriksaan/penyuntingan (5) Penyajian
  4. Pemakaian tanda baca dalam bahasa Indonesia, Pemakaian ejaan dalam bahasa Indonesia.
  5. Kaidah penyerapan istilah asing, istilah asing dalam bidang tertentu (register). 
  6. Pilihan kata (diksi) dalam penulisan karya ilmiah
  7. Ketepatan makna dan bentuk kata baku dan tidak baku
  8. Prinsip-prinsip kalimat efektif : (1) prinsip kebakuan (2) prinsip kesepadanan (3) prinsip kesejajaran 
  9. Lanjutan prinsip - prinsip kalimat efektif : (4) prinsip penekanan (5) prinsip kehematan (6) prinsip kevariasian
  10. Pengertian paragraf, Ciri-ciri paragraf yang baik, Pengembangan paragraf
  11. Organisasi karangan : (1) Penentuan tema, topik, tesis, dan judul (2) Penulisan bagian pendahuluan karangan (3) Penulisan bagian isi karangan 
  12. lanjutan Organisasi karangan : (4) Penulisan bagian simpulan atau penutup (5) Penulisan kutipan, catatan kaki, dan daftar pustaka
  13. Kegiatan praktik menulis karya ilmiah : (1) Kegiatan prapenulisan (2) Penulisan draf (3) Revisi draf (peer review) 
  14. lanjutan kegiatan praktik menulis karya ilmiah : (4) Penyuntingan format dan bahasa (5) publikasi 

Daftar Pustaka :
  1. Prayitno, Harun Joko, dkk. 2000. Pembudayaan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Muham- madiyyah University Press. Arifin, E. Zainal. 1998. Dasar-Dasar Penulisan Karya ilmiah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 
  2. Widjono Hs. 2005. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
  3. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas. 2004. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan & Pedoman Umum pembentukan Istilah. Bandung: CV. Yrama Widya. 
  4. Pusat Bahasa Depdiknas. 2003. Pengindonesiaan Kata dan Ungkapan Asing. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 
  5. Pusat Bahasa Depdiknas. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 
  6. Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Soeparno, dkk. Bahasa Indonesia untuk Ekonomi. Yogyakarta: Ekonisia. 
  7. Wibowo, Wahyu. 2005. Enam Langkah Jitu Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  8. Razak, A. 1992. Kalimat Efektif. Jakarta: Gramedia.
  9. Kuntarto, Niknik M. 2007. Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra Wacana Media 
KUMPULAN : 

Jumat, 07 Agustus 2020

Merah Putih Berkibarlah selalu




Bila berziaroh ke makam kembar di sisi barat, bagian Rungkut Kidul. Terlihat bambu runcing berwarna kuning dengan bendera Merah Putih tertancap pada sebuah pusara.

Dari penelusuran beritanya, makam tersebut adalah milik Bapak Madenur. Seorang pejuang 1945 yang berdomisili hingga akhir hayatnya di Rungkut Kidul.


Menurut penuturan keluarganya yang masih hidup, Salah satu kisah heroiknya adalah saat masa pendudukan Jepang, kediamannya pernah dikepung oleh tentara Dai Nippon tersebut.

Mengetahui kedatangan tentara Jepang lengkap dengan bayonet di ujung senapan laras panjang, Bapak Madenur lalu sembunyi di bawah wuwungan rumahnya (batas antara atap dengan rangka genteng). Berdiri di antara kuda - kuda atap rumah.

Senapan dengan bayonet di ujungnya

Tentara "Sakura" yang tidak menemukannya di sela-sela ruang kamar, lalu mencoba spekulasi menusuk-nusuk bayonetnya pada atap rumah yang terbuat dari gedek (anyaman bambu). Tidak terbayangkan seandainya ujung bayonet menusuk bagian tubuh dari pejuang yang gigih membela bangsanya tersebut, atau bila tentara Jepang berhasil menangkapnya, pasti siksaan kejam para kempetai yang bermarkas di Kalisosok akan menderanya.

Setelah Indonesia Merdeka, Bapak Madenur melanjutkan kehidupannya dengan berjualan nasi rawon, pecel, lodeh dan es balok pada warung di dekat makam kembar, sebelum akhirnya di masa tua warungnya harus boyong ke rumahnya di Rungkut Kidul gg SS dikarenakan harga sewa warung dipinggir jalan semakin "meroket", dan tidak mampu untuk memenuhinya.

Semangat keperwiraan, berani berjuang, rela berkorban tanpa pamrih, dan tidak pernah mengharapkan tanda jasa demi bangsa dan negara patut menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.

Dalam sanubarinya terpatri jiwa "Merah Putih" yang dibawa hingga menghadap kepada Sang Ilahi.

Sebagai generasi penerus, malu rasanya bila tidak mewarisi semangat Nasionalisme dan Patriotisme para pejuang, apalagi yang masih "enggan" untuk memasang bendera Merah Putih di depan rumahnya, itupun hanya setahun sekali di bulan Agustus. Sedangkan buah jerih payah para pejuang berupa alam kemerdekaan tinggal kita nikmati bersama

Kisah ini ditulis dalam menyongsong peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke - 75, di tengah musim pandemi Covid-19, kita sesama warga belum tentu bisa duduk bersama dalam malam tirakatan dan kirim doa.

Tetapi dalam setiap akhir membaca kisah kepahlawanan para pejuang kemerdekaan, tetap  terkirimkan doa untuk mereka

Merdeka...(Al-Fatichah)

Bersama isteri di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya

Bersama dengan cucu

Cicit - cicitnya berziarah di pusara





Senin, 03 Agustus 2020

Qurban di Mushola As-Suyudi



Kegiatan PHBI Idul Adha 1441 H di Musholah As-Suyudi barusan telah usai, ada pernak-pernak yang menarik untuk ditulis terkait pelaksanaannya.

Tapi pendekatan ilmiah lebih menjadi pilihan penulisan karena mengharapkan masyarakat berfikir rasional, logis, empati, dan membuka ruang mimbar pemikiran ilmu yang komprehensif.

Rapat pembentukan panitia mengamanahkan untuk menyusun panitia lengkap dengan job discription serta petunjuk teknis dan penganggaran yang diproyeksikan di awal.

Maka prinsip Balancescore card mulai bisa dirancang, dengan Perspektif keuangan. Dana taktis yang "dipinjamkan" dari kas mushola menjadikan modal awal panitia untuk menjalankan tugasnya, dengan harapan kualitas kinerja panitia mendapatkan "revenue" dari donatur dalam berinfaq dan mengamanahkan qurbannya di panitia musholah As-Suyudi.

Terbukti, walaupun musim pandemi Covid -19 yang kalangan pakar menilai resesi keuangan mencapai penurunan 5%, tetapi masyarakat di RT 08 RW 02 Medokan Ayu tetap antusias dalam berqurban. Tercatat ada lima ekor sapi, 16 ekor kambing dan infaq Rp. 6.700.000,- telah disampaikan oleh panitia dalam portopolio pelaporannya

"Persepektif Pelanggan" secara substansi adalah jamaah dan warga yang  menaruh kepercayaan kepada Ketakmiran Mushola As-Suyudi yang telah terbangun secara sosiologi dan antropologi dengan maturity (kematangan). sehingga kemajemukan menjadikan struktur masyarakat semakin kuat, disertai dengan kesadaran dalam nilai religius-spiritual yang semakin meningkat pula.

Pelaporan cepat yang "Quick Report" dan berkala menjadikan citra reputasi As-Suyudi sebagai wadah panitia - ketakmiran yang mulai bermetamorfosis dari  awalnya pelayanan beribadah lalu berekspansi dalam merawat kehidupan sosial seperti halnya lembaga filantropi.

Memberikan pelayanan para dhuafa mulai dirintis dalam menyerahkan kepala dan kulit hewan qurban. Selanjutnya para dhuafa bersepakat untuk menjualnya sebagai nilai ekonomis secara berkeadilan.

Untuk Perspektif Manajemen Internal, kepanitian senantiasa melakukan evaluasi dan benchmarking, selaksa tidak menutup mata akan dinamisasi perkembangan zaman yang semakin pesat.

Proses inovasi dengan menggiatkan media publikasi berbagai sektor, mulai tradisional kultural dari mulut ke mulut, edaran tertulis, baliho, hingga web blog dan Whattapp Grup

Begitu pula dalam transaksi pembayaran qurban dan infaq  bisa melalui panitia yang senantiasa berada di musholah saat bakda sholat berjamaah, maupun transfer antar bank. Sehingga memudahkan para donatur dalam mentasharufkan hartanya

Proses operasi diawali dengan pengadaan ternak sapi kolektif yang "purchasing"-nya melalui rapat penentuan survey yang mengedepankan demokrasi, sehingga didapat dua ekor sapi dari kandang peternak Bangkalan, dua ekor sapi dari stand Merr Rungkut, sedangkan seekor lagi merupakan sumbangan dari keluarga Bapak Bambang Ghoib.

Begitu pula dalam pengadaan kambing qurban dan konsumsi panitia dibelanjakan kepada mitra panitia, sehingga mendapatkan nilai ekonomis dan tetap memiliki mutu yang berkualitas.

Just in time, merupakan batasan waktu yang telah digariskan oleh panitia dengan mempertimbangkan jeda untuk sholat Jumat dan batas akhir pengerjaan yang tepat waktu.

Pengerjaan mulai dari penyembelihan, pengulitan, pencacahan tulang hingga pengemasan daging dan distribusi merupakan durasi waktu yang dikendalikan dengan cermat dengan target zero accident, walaupun pengerjaannya ada yang menggunakan mesin potong tulang.

Sehingga berakhirnya seluruh agenda kerja panitia beserta kebersihan areal mushola menjadikan tolak ukur ketepatan waktu seperti kereta cepat Shinkanzen - Jepang. Praktis pukul 16.30 sesuai jadwal, jalan 6c sudah bisa dibuka dan dilalui kembali oleh kendaraan warga.

Untuk layanan purna acara, meliputi distribusi sisa daging tetap mengedepankan akuntabilitas dari pelaporan penerimanya, baik yang mengajukan proposal resmi maupun spontanitas.

Sebuah testimoni bagi yang membantu menyebarkan sisa daging ke daerah Bakung - Kalirungkut, baik penerima maupun penyebarnya saling berangkulan tangis terharu, karena selama ini tidak pernah mendapatkan daging qurban di daerahnya, padahal mereka adalah kaum dhuafa yang salah satunya adalah janda tua penjual jamu keliling di sekitar Ubaya - Tenggilis.

Sebagai perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, bahwa melaksanakan tugas ketakmiran maupun kepanitiaan merupakan pekerjaan sosial yang retensi-nya harus tetap dipertahankan selamanya.

Tidak menampik bahwa kritikan yang muncul pasca kegiatan pasti ada, namun hal itu membuka ruang diskusi publik dalam mendapatkan solusi yang terbaik.

Pertumbuhan dalam setiap waktu perlu Project Re-enginering yang berkelanjutan, dengan tidak hanya cukup puas oleh pencapaian, tetapi harus perbaikan dan inovasi yang tiada henti.

Begitu pula pembelajaran untuk menginduksi kader muda dalam remaja musholah tetap harus dilakukan dalam menyiapkan kader penerus yang menjadi penggerak kehidupan sosial bermasyarakat untuk era-nya nanti.

Jadi Merayakan Hari Raya Idul Adha merupakan perayaan yang secara esensinya, semuanya harus ikut merayakan. Tidak terkecualipun.

Dan dengan tetap mengharapkan keridloan Allah SWT.

Rungkut, 16 Dzulhijjah 1441 H