Selasa, 13 Oktober 2020

Ujian di musim pandemi

Sudah seminggu Ayah Siaman dan Ibu Nursiyati sakit di rumah dengan kondisi semakin memburuk.

Ibu sakit lambung dengan tidak mau makan, obat dari dokter tidak bisa masuk karena selalu muntah, sedangkan ayah merasa demam (gregesi) 

Akhirnya, Ahad (20/09/2020) bakda sholat dhuhur Ning Ivin menelpon untuk memastikan ayah dan ibu dibawa berobat ke rumah sakit Haji. Sehingga kami pun datang dari Medokan Ayu mengendarai mobil bersama Bp. Suparman

Sesampainya di ruang IGD ayah - ibu langsung didiagnosa dengan foto rontgen dan pemasangan alat oksigen, karena khususnya ibu ada sesaknya.

Kondisi Saturasi oksigen ibu yang berkisar antara 88 membuat kesimpulan bahwa kondisinya buruk, karena orang normal saturasinya sekitar 95-100.

Semua berkas medis yang saya tandatangani tertulis bahwa status dan pembiayaan kedua pasien adalah Covid-19, awalnya terkejut saat membaca berkas medis tersebut. Akan tetapi muncul semangat bahwa pengobatan kepada ayah dan ibu lebih utama, apalagi di rumah sakit peralatan dan tenaga medis yang lebih profesional untuk menjamin ayah ibu mendapatkan penanganan yang lebih baik daripada dirawat sendiri oleh keluarga di rumah.

Selasa pagi ayah mendapatkan bed di ruang isolasi, sedangkan ibu dikirim ke ruang isolasi pada bakda dhuhurnya. Peralihan dari ruang transit UGD ke Ruang isolasi terlihat ibu mulai gelisah, itu adalah wajah terakhir saya melihat ibu sebelum akhirnya kami harus terpisah di pintu ruang isolasi, karena selain pasien dan tenaga medis dilarang masuk ruangan tersebut.

Sebelum pulang, ada yang harus saya tandatangani yaitu kesediaan pemasangan ventilator kepada ibu, mengingat kondisinya yang sudah memburuk dan sebuah klausul bila pasien wafat harus di makamkan di TPU Keputih. Sebuah kondisi dilematis, tapi semuanya kami telah pasrahkan kepada Kehendak Allah SWT.

Bakda maghrib, info dari perawat menyampaikan bahwa ibu sudah dipasang NIV Ventilator, karena oksigen dengan kadar yang terbaik belum bisa mengendalikan saturasi oksigennya yang semakin memburuk.

Rabu (23/09/2020) pukul 01.30 dinihari perawat memberi info bahwa ibu semakin gelisah, hanya permohonan doa saja yang diharapkan dari keluarga untuk menghadapi kondisi yang menegangkan ini. Praktis setelah info tersebut, suasana kebatinan sudah tidak menentu hingga shubuh sulit mata ini dipejamkan.

Pada Rabu pagi harinya masih menyempatkan presensi kehadiran di tempat kerja, sepulang kerja pukul 14.00 info dari perawat menyampaikan kondisi ibu semakin memburuk, selang 30 menit berikutnya muncul notifikasi perintah untuk menghadap ke ruang isolasi saat itu juga. Akhirnya saya datang bersama dengan ning Ivin yang sebelumnya sudah saya pesan ke keluarga di gang ss bila terjadi kemungkinan yang terburuk untuk keluarga dikondisikan beserta warga di sekitar rumah.

Tepat pukul 16.00 sampai di depan ruang isolasi, kebetulan ada seorang penunggu pasien yang ada di situ menyampaikan bahwa baru saja ada pasien wanita yang meninggal. Sontak batin ini berkata, itu pasti ibu yang telah berpulang ke Rahmatullah.

Sejurus kemudian, datang perawat yang menyampaikan perihal wafatnya ibu Nursiyati lengkap dengan dokumen kematian serta beberapa surat yang harus ditandatangani. 

Perawat mengatakan bahwa ibu Nursiyati wafat pukul 15.45 (ket : Rabu, 23 September 2020/ 5 Safar 1442 H/ Rabu Pahing) dan pemulasaran jenazah harus mengikuti protokol Covid-19 serta di makamkan di TPU Keputih. Mewakili pihak keluarga kami menerima yang menjadi ketentuan rumah sakit, tetapi dua permohonan yang saya ajukan adalah sebagai anak untuk diijinkan menyolatkan jenazah sebagai penghormatan dan bakti anak yang terakhir kali serta mengantarkan jenazah hingga ke liang lahat. Syukurlah dua permintaan tersebut dikabulkan.

Sambil menunggu proses berikutnya, saya menyampaikan berita duka ini kepada ning Ivin yang dari tadi sudah melihat percakapan saya dengan perawat. Raut mukanya yang termenung seakan lintasan kenangan mengingat kembali saat-saat kebersamaan ibu di kala masih hidup terutama saat merawat Aisyah setiap hari di rumah gang ss.

Perlahan bibir ini berucap, sudahlah kita sudahi kenangan silam bersama ibu, mari kita segerakan prosesi hingga pemakaman.

Tertulis di surat kematian, bahwa ibu meninggal karena penyakit menular walaupun hasil PCR-SWAB belum terbit, sehingga keputusan cepat kami ambil berdua dari rumah sakit haji. 

Suara hati berkata, "Kita sayang ibu, Kita sayang keluarga, Kita pun juga sayang kepada warga" jadi saat itu pula saya umumkan melalui WA berbagai grup bahwa bu. Nursiyati wafat dan dimakamkan di TPU Keputih.

Sengaja pengumuman saya cantumkan TPU Keputih dengan maksud agar warga tidak perlu takziyah ke rumah gang SS dan perangkat pemakaman di Rungkut Kidul untuk tidak bertugas hari itu.

Refleks keputusan muncul dari pembiasaan saat menangani warga kampung Medokan Ayu yang meninggal karena Covid-19 dan dimakamkan di TPU Keputih, yaitu untuk sementara warga tidak bertakziyah dulu ke rumah duka sekaligus keluarganya kami beri pengertian bersama satgas Covid-19.

Bakda maghrib, kami menerima surat pengantar pengambilan jenazah yang ditujukan kepada pegawai pemulasaran jenazah. Dari komunikasi dengan pegawai pemulasaran dijelaskan bahwa para dokter mendiagnosa awal pasien Covid-19 dengan foto rontgen. Bila dari foto tersebut tampak paru-paru pasien muncul kabut / flek seperti orang terjangkit TBC enam bulan dengan nafas yang tersengal-sengal, maka kemungkinan besar pasien tersebut adalah Covid-19 walaupun hasil SWAB nya belum terbit. Sehingga penanganannya di ruang isolasi, bukan di ruang rawat inap umumnya.

Dari cerita tersebut membuka pencerahan tentang penyakit yang sedang menjadi pandemi, sekaligus ciri-ciri tersebut seperti yang tampak di akhir hayat ibu sebelum meninggal. 

Tidak berselang lama, jenazah ibu sudah didorong turun dari ruang isolasi lantai enam ke ruang pemulasaran jenazah dalam keadaan sudah dimandikan dan disucikan. 

Dalam aturan permenkes menyebutkan jenazah pasien menular (Covid-19) cukup diusap dan ditayamumkan saja, namun di RS Haji ada ketentuan walaupun Covid-19 tetap dimandikan dan dikafani.

Kesempatan untuk bisa menyolatkan jenazah ibu dapat terlaksana, bukan itu saja petugas juga memberikan kesempatan keluarga untuk bisa melihat wajah ibu yang terakhir kalinya.

Raut muka ibu yang tenang, tanpa menyisakan guratan sakit sisa sakaratul maut membuat hati yang melihatnya juga ikut bahagia. Bahkan tampak lebih segar dibandingkan awal masuk IGD yang tampak sudah pucat dan sayu.

Setelah meyakini bahwa yang terbujur di depan itu adalah jenazah ibu kami, maka selanjutnya kami persilakan petugas untuk melaksanakan proses selanjutnya. Petugas dengan hati-hati menutup wajah ibu dengan kapas, merapikan kembali balutan plastik pada lapisan pertama, lalu kain kafan dan selanjutnya yang terakhir kantong jenazah sebelum dimasukkan kedalam peti. Itulah detik-detik terakhir kami melihat ibu untuk berpisah selamanya.

Tak lupa kami menyempatkan sholat jenazah bersama petugas pemulasaran dan keluarga yang ikut saat itu (Mas Syamsul Huda dan Pak Parman) sedangkan Ning Ivin, Bunda Sri, dan Nisfa menunggu di luar ruangan.

Segera mobil jenazah mengangkut jasad ibu mengarahkan perjalanan ke TPU Keputih di iringi mobil keluarga. Laju cepat tanpa halangan sudah berada di lokasi pemakaman.

Tampak sebuah liang lahat yang sudah menga-nga membuat hati ini berdesir. Inikah tempat peristirahatan ibu ?

Petugas memakai pakaian hazmat mulai menurunkan peti jenazah dengan hati-hati ke liang lahat dan selanjutnya menimbunnya dengan gundukan tanah menggunakan buldozer. Sebuah pemandangan yang lazim dilihat di TV dan sekarang melihatnya secara langsung.

Setelah menata hati, lalu mengajak keluarga yang hadir saat itu merapat ke pusara ibu untuk membacakan talqin dan tahlil. Sekaligus "salam perpisahan" bahwa yang hidup akan kembali pulang untuk melanjutkan kehidupan dunia ini.

Selamat beristirahat ibu.....Semua yang kami perjuangkan ikhlas untuk ibu.

Selamat menghadap Robbul Izzati dalam keadaan tenang dengan melepaskan semua beban penyakit dan tanggungan duniawi.

Walaupun pengiring pemakaman tidak sebanyak di kampung, tetapi Semoga kepergian ibu dipersaksikan oleh para malaikat dan penghuni langit. Menjadi bagian dari para syahidah yang gugur karena wabah pandemi ini. 

Semoga Allah menempatkan ibu pada kedudukan yang mulia di-SisiNya dan kelak dimudahkan memasuki syurgaNya tanpa penghisaban.

Aamiin yaa Robbal A'alamin.

Berziarah 

Pemasangan rumput





Tidak ada komentar:

Posting Komentar