Rabu, 19 Agustus 2020

Memaknai Tahun Baru Islam


Saat sahabat Ali bin Abi Tholib mengusulkan penanggalan tahun baru Islam berdasarkan dimulainya hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah), sesungguhnya memiliki makna kontekstual bahwa umat islam harus senantiasa berhijrah menuju yang lebih baik dalam setiap waktu yang dimiliki.

Tetapi, dipakainya kalender masehi yang secara jamak dalam kehidupan umum, menyebabkan pergeseran paradigma bagi golongan muta-akhirin.

Kalender masehi menempatkan pemakaiannya untuk urusan duniawi : pekerjaan, pendidikan, dan perencanaan hiburan. Sedangkan mengingat almanak hijriyah untuk penentuan kegiatan keagamaan, bahkan tidak jarang ada "gerutuan" bila menjelang Ramadhan datang, seakan puasa menyandera kebebasan dalam beraktivitas. Maka Kalender Hijriyah seperti berputar dalam konotasi yang negatif

Bagi yang menyandarkan bahwa kehidupan ini hanyalah untuk "numpang ngombe mung sediluk" maka memanfaatkan sisa umur  untuk bercocok tanam dalam  memperbanyak amal ibadah pastilah cocok dalam mengenali "musim" dan memahami isi kalender Hijriyah.

Sandaran dalam menentukan waktu sholat,  agenda rutin setiap pekan dengan nutrisi ruhani setiap Jum'at. Puasa serta amaliyah sunnah bulanan (puasa ayamubidh), durasi tahunan dalam Ramadhan dan ibadah haji seperti ladang amal yang silih berganti menu, membuat para "salikin" akan sangat menikmati lezatnya pengembaraan dalam menuju Allah dengan perasan kerinduannya.

Nilai esoteris - holistik yang terkandung dalam kalender Hijriyah perlu kiranya ditransformasikan kepada rekan - saudara sesama muslim, sehingga ketika setiap 1 Muharrom menjadi libur nasional, sepatutnya diisi dengan kegiatan monumental untuk menandai datangnya tahun baru Islam. Atau justru saking sibuknya lupa bahwa besok tanggal merah itu libur apa ?

Menyikapi kondisi yang penuh ujian sejak pandemi Covid-19, membutuhkan sentuhan hati sekaligus mempertebal semangat religi. Agar semuanya tetap bersandar pada kepasrahan kepada Allah SWT. Disamping mengisi ruang waktu dengan nilai-nilai kebajikan yang senantiasa diinduksikan kepada lingkungan sebagai bentuk komitmen bahwa "mari kita jalani bersama"

Peringatan tahun baru Islam, 1 Muharrom 1442 H memiliki makna yang harus digaungkan khususnya kepada masyarakat muslim. Karena sejatinya dengan kalender hijriyah tersebut, kita mampu merencanakan sedari awal tentang amal ibadah dalam kurun waktu setahun.

Begitu pun dengan remaja yang memasuki akil baligh, secara taklif harus siap menjalankan beban kwajiban agama, yang kepadanya pena malaikat Rakib - Atid sudah mulai mencatat buku amalannya.

Bagi anak kecil, dengan mengedukasi kegiatan tersebut sebagai pembelajaran "pedagogis" untuk menanamkan wawasan kognitif terstruktur, apalagi sejak belajar dari rumah secara "daring" maka momen tersebut sebagai bentuk kegiatan empiris di luar kelas.

Isi yang menjadi konten kegiatan, merupakan sunnah yang didalilkan secara shahih maupun qiyas yang bisa menjadi rujukan dalam beristinbat / mengambil dasar hukumnya. Sebut saja adzan yang dilakukan di titik - titik batas wilayah RT 08, merujuk pada Imam an-Nawawi menyebutkan dalam al-Minhaj terkait adzan-adzan di luar shalat yang disunnahkan, Disunnahkan adzan selain shalat, yaitu saat adzan untuk bayi yang baru lahir, orang yang sedang bersedih hati, orang yang menderita penyakit epilepsi, orang yang sedang marah, orang atau binatang yang memiliki perangai buruk, saat perang sedang berkecamuk, saat kebakaran, dan dikatakan juga menurunkan mayat pada liang kubur dengan mengqiyaskan saat awal terlahirnya ke dunia, namun aku (an-Nawawi) menententang kesunnahannya dalam syarh al-‘Ubaab; saat terdapat gangguan jin berdasarkan hadis yang shahih di dalamnya, juga Adzan dan iqamah dalam penyambutan musafir. Setidaknya dengan adzan yang dikumandangkan sebagai penyejuk gejolak hati yang bersedih dikarenakan wabah pandemi.

Maksud Perjalanan keliling dengan bermotor atau sepeda angin untuk tetap menjaga physical distancing, begitu pula dengan makna bertaaruf untuk menyampaikan makna tersirat bahwa kita saling mengunjungi wilayah warga, silaturahim kepada masyarakat sekitarnya, dan mempererat kekeluargaan.

Puncak esensi kegiatan adalah doa yang dimunajatkan kepada Allah SWT tentang keselamatan kampung, keselamatan warganya, keselamatan harta bendanya, sedangkan bagi ketakmiran juga mengemban fungsi untuk menyebarkan kesalehan sosial di tengah masyarakat.

Akhirnya, pemaknaan peringatan tahun baru islam merupakan perencanaan untuk meningkatkan produktivitas diri dalam kualitas beragama. bila mampu memperbanyak amal ibadah yang mendatangkan pahala; atau setidaknya mengurangi segala yang berpotensi menjadikan maksiyat dan dosa.

Medokan Ayu, 1-2 Muharrom 1442 H

Onny Fahamsyah
Bidang Dakwah dan Pendidikan
Ketakmiran Musholah As-Suyudi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar