Rabu, 19 Agustus 2020

Janduman : mengulik masa lalu


Era foto yang menggunakan klise film membuat perencanaan kegiatan pasti menganggarkan dana dan personil panitia bidang dokumentasi, begitu juga kegiatan Masa Kesetiaan Anggota IPNU dan IPPNU Rungkut Kidul bertarikh 4-5 Maret 2006.

Hasil dokumentasi, tampak seorang pemateri yang merupakan tokoh senior IPNU Rungkut sedang menyajikan materi analisa diri. Beliau yang kita kenal dengan cak Ali Sa'du.

Pada kesempatan "janduman" tadi malam (18/8/2020) di gedung MWC NU Rungkut, kami bersua kembali dengan cerita-cerita romansa selama mengarungi perjalanan "ngopeni" NU di Rungkut.

Gayengnya diskusi dimulai dengan membicarakan  ketokohan KH. Chusaini Tiway yang makamnya berada di pemakaman Islam Kedung asem (depan sekolah Jiwanala). Selama ini warga NU Rungkut sering mengaitkan cak Ali memiliki "trah" dengan kyai kharismatik ini.


Alur kisah dimulai saat cak Ali mengurai pertemuan beliau dengan kyai Tiway yang dimintai untuk mengisi materi IPNU pada kisaran tahun 1988. Saat itu kyai Tiway sudah dalam kondisi sepuh dan sakit-sakitan.

Baca pula : sejarah berdirinya GP Ansor

Namun, ulasan sejarahnya menjadi sangat minim saat ingin mengulik peranan kyai Tiway dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Banyak anasir-anasir cerita bahwa sang kyai yang merupakan anggota laskar Hizbulloh pimpinan Kyai Masykur - Malang, hingga tokoh yang punya peranan dalam berdirinya Gerakan Pemuda Ansor, sehingga tak ayal setiap harlah ormas pemuda NU ini, makam beliau selalu diziarahi oleh anggota Ansor.

Diskusipun bergeser tentang "etnografi" Rungkut, termasuk sejak kapan NU masuk ke wilayah Rungkut. Umpan diskusi ini menjadi "santapan" menu argumentatif bagi Ustadz Yusuf, Ustadz Rozy, dan Ustadz Syafik yang merupakan akademisi muda yang juga hadir tadi malam.

Cak Ali melukiskan secara "genealogi" bahwa seberang timur ada makam Dewi Sekardadu yang merupakan ibunda dari Sunan Giri yang hidup di masa akhir Kerajaan Majapahit, hingga nama Pandugo yang identik dengan kata "mandeg" dan Penjaringan yang mirip dengan kata "jaring" ikan, seakan dengan dalil "cocokologi" bahwa orang Rungkut secara keturunan berasal dari kaum nelayan dari pesisir timur ?

Disatu sisi, ada yang berpendapat bahwa Kyai Tholabudin di Rungkut Lor, dan Kyai Nakidin di Rungkut Kidul merupakan sisa laskar pasukan Pangeran Diponegoro yang melarikan diri pasca berakhirnya perang Jawa 1825 - 1830 M. Sejak ditangkapnya Pahlawan dari Goa Selarong oleh Belanda di Magelang. Seakan ingin mentahbiskan bahwa warga Rungkut yang aseli adalah keturunan dari darah pejuang bangsa.

Di saat menghangatnya diskusi, muncul tawaran dari Ketua MWC NU Rungkut, Kyai Mujib. Agar kelak di bulan April tahun depan (bersamaan harlah Ansor), agar cak Ali siap untuk menjadi pemateri sarasehan tentang "masuknya NU di Rungkut dan sosok Kyai Tiway" yang akan dipaneliskan dengan DR. KH. Muhibbin Zuhri selaku Ketua PCNU kota Surabaya yang juga akademisi ini, sekaligus pernah menjadi sekretaris Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur.

Tentu ini menjadi tugas bagi pengurus MWC NU Rungkut untuk menggali dan menyusun naskah ilmiah yang akan menjadi pencatatan sejarah para tokoh yang pernah memperjuangkan dan mengharumkan Nahdlatul Ulama di Rungkut ini.

Semoga Allah Memudahkan dan Meridloi

Oleh : Onny Fahamsyah
Wakil Sekretaris MWC NU Rungkut


2 komentar:

  1. Semoga cak Ali diberikan kesehatan

    #mochshodiqfuullmumpunihandayayekti

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum... Admin, kalau boleh tahu di makamkan di pemakaman mana KH. M. Chusaini Tiway ?

    BalasHapus